Minggu, 16 Mei 2010

Kisah tentang Gandong di Hatumari

Cerita tentang perjanjian persaudaraan (pela)
Antara negeri-negeri Tamilou, Hutumuri, dan Sirisori

I. Penduduk gunung batu di Hatumeten.
Pada permulaan abad yang keenambelas adalah dua orang laki bini berdiam pada
gunung batu dinegeri Hatumeten (dibahagian selatan Pulau Serang). Mereka itu
mempunyai 3 orang anak laki2, yaitu: yang sulung bernama Temanolle, yang
tengah bernama Simanolle, dan yang bungsu bernama Silaloi; dan lagi 2 orang
anak perempuan, yang bernama Nyai Intan dan Nyai Mas. Ketika itu ibu bapa dan
anak2nya itu masih kafir.

II. Peperangan di Hote-banggoi.
Sesudah anak2 itu besar, maka terjadilah peperangan antara orang2 Portugis dan
orang2 negeri Hote banggoi (dibahagian selatan Pulau Serang). Waktu itu di
Hote banggoi adalah seorang gadis, yang terlalu amat cantik parasnya, namanya
Nyai Burnama. Banyaklah kapitan diPulau Serang yang ingin kawin dengan Nyai
Burnama itu, sehingga masing2 menunjukkan gagah perkasanya beberapa bulan
membantu orang2 Portugis akan mengalahkan orang2 Hote banggoi, tetapi sia2lah
usahanya.
Setelah khabar peperangan itu kedengaran di Hatumeten, maka bermupakatlah
Temanolle, Simanolle dan Silaloi dengan diam2, lalu pada tengah malan (dengan
tidak ketahuan kedua saudaranya perempuan dan ibu bapanya) ketiga turun
kepantai, menolak kora2 (perahu), kemudian berlayar ke Hote banggoi.
Tatkala tiba dipelabuhan Hote-banggoi, maka perahu2 kapitan yang mendahuluinya
sudah penuh sesak dipelabuhan, sehingga perahu ketiga orang bersaudara itu
tidak dapat mendarat. Sebab itu diikatnya perahunya Pada perahu yang
terlebih jauh dilaut, lalu ketiganya meniti pada perahu2 yang lain, sehingga
sampai ketepi pantai.
Mereka itu ditanya oleh kepala Portugis begini: "Dari mana kamu datang dan
kemana hendak pergi?"
jawabnya: "Kami datang dari hatumeten kemari akan membantu orang2 Portugis
berperang melawan orang2 Hote-banggoi."
Kepala Portugis itu bertanya pula: "Bolehkah?"
jawab ketiganya: "Tanggung baik!"
Sudah itu kepala Portugis itu menyerahkan peperangan itu diatur oleh 3 orang
bersaudara itu. Ketiganya mengatur perang itu begini: segala kapitan Patalima
sebelah utara dan semua kapitan Patasiwa sebelah barat, lalu sama2 menyerang
orang2 Hote-Banggoi.
Sesudah berperang 3 hari lamanya, maka tiba2 Temanolle, Simanolle dan Silaloi
meniup kulit bianya, lalu kalahlah orang2 Hote-Banggoi. Terjadilah kesukaan
yang amat besar diantara orang2 yang menang, pesta beberapa hari lamanya,
dibunuh banyak sapi. Ketiga orang bersaudara itu minta makan hati dan jantung
sapi saja.
Ketika berpesta itu Temanolle masuk keluar rumah di Hote-Banggoi, serta
berpakaian seperti orang disitu, rupanya hendak masuk Islam. Hal itu tidak
disetujui oleh Simanolle dan Silaloi, lalu keduanya mengajak Temanolle, supaya
ber-sama2 keluar dari Hote-Banggoi, berlayar ke Ambon. Sesudah sepakat, maka
mereka menyatakan maksudnya kepada kepala Portugis itu.

III. Perangkatan dari Hote-Banggoi ke Hatumari.
Setelah perahunya dicap oleh kepala Portugis itu dengan No. 16, maka
berangkatlah mereka itu dari pelabuhan Hote-Banggoi, berlayar menyusur pantai
Pulau Serang, sehingga tiba dipelabuhan Sinau, lalu ketiganya naik kenegeri
Hatumari.
Disitu kelakuan Temanolle sebagai di Hote-Banggoi juga, serta tidak mau
berangkat lagi. Sebab itu Simanolle dan Silaloi bermupakat akan berangkat
meninggalkan saudara yang sulung itu.

IV. Perjanjian di Hatumari.
Sebelum berCerai, maka ketiganya naik keperahu, ikat tiga jari kelingking
tangan kirinya dengan tulang daun seribu, belah ujung2 jari itu, tiriskan
darahnya kedalam sebuah mangkuk kayu, lalu ketiganya minum dan bersumpah:
"Yang satu tidak boleh lupa atau menggagahi yang lain. Siapa yang melawan
perjanjian ini, dikutuki Tuhan Allah sampai kepada pupu yang kedua, ketiga dan
keempat."
Sesudah berjanji demikian, maka yang sulung turun kedarat, tinggal di
Hatumari, yang kemudian dipindahkan diubahkan namanya menjadi Musitoa Amalatu
atau Tamilou.

V. Perangkatan dari Hatumari ke Hatuila.
Yang tengah dan bungsu berlayar ke-pulau2 Lease. Sementara berlayar,
bertiuplah angin ribut dan turunlah hujan lebat, sehingga tidak kelihatan
darat. Keduanya berhanyutan dibawa angin dengan sangat kedinginan. Mereka
itu kemalaman dilaut.
Setelah siang hari, maka perahunya terkandas di Hatuila atau labuhan Ananas,
dibelakang tanjung Ouw. Yang bungsu, yaitu Silaloi, tidak mau berlayar terus
lagi. Ia memberi selamat berlayar kepada saudaranya yang tengah, lalu naiklah
ia kedarat hingga sampai kesepohon beringin besar. Diperusahnya tempat
diamnya disitu dan tempat itu dinamainya Elhou.
Kemudian datang juga banyak orang dari lain2 tempat kesitu dan akhirnya
negeri itu dipindahkan tempatnya, serta dinamai Louhata Amalatu atau Sirisori.
Kerena agama, maka dalam tahun 1717 terpaksalah negeri itu terbahagi dua,
yaitu Sirisori Serani dan Sirisori Islam, satu-satu dengan pemerintahnya
sendiri.

VI. Perangkatan dari Hatuila ke Wai Yori.
Sesudah yang bungsu naik kedarat, maka yang tengah, yaitu Simanolle, berangkat
dari Hatuila, menuju pulau Molana, terus keteluk Baguala, singgah di Wai Yori.
Temmpat singgahnya itu sekarrang dinamai Hutumuri keCil.
Dari situ ia naik kedarat dan tinggal di Leunusa, yang kemudian dipindah
tempatnya sertai dinamai Siwa Samasuru Amalatu atau Hutumuri.

VII. Dua saudara perempuan pergi menCari 3 saudara laki2.
Nyai Intan dan Nyai Mas serta ibu bapanya amat berdukaCita, karena Temanolle,
Simanolle dan Silaloi sudah lama belum kembali. Sebab itu Nyai Intan dan Nyai
Mas meminta izin kepada ibu bapanya, lalu keduanya naik sebuah perahu, pergi
mencari ketiga saudaranya laki2 itu.
Setelah sampai di Hote-Banggoi, mereka turun bertanya. Maka dikhabarkan
orang, bahwa ketiganya sudah berlayar ke Ambon.
Kedua orang perempuan itu berangkat pula, berlayarr menyusur pantai.
Ketika sampai dipelabuhan Sinau, tampaklah asap api didarat, lalu mereka naik
ke Hatumari, kebetulan bertemu dengan kakaknya yang sulung, yaitu Temanolle,
yang sudah berpakaian Cara orang Islam dan telah mengganti namanya menjadi
Kora.
Sesudah mendapat khabar dari Temanolle bahwa Simanolle dan Silaloi sudah terus
ke Ambon, maka berlayarlah dua orang perempuan itu, ssehingga singgah di
Nusalaut. Keduanya mendapat keterangan dari seorang laki2 yang bernama
Berhitu, bahwa dua orang laki2 itu tidak ada disitu. Sebab itu berangkatlah
dua orang perempuan itu menyeberang kepulau Saparua, singgah dipelabuhan
Hatuila, kebetulan bertemu dengan saudaranya laki2 yang bernama Silaloi, lalu
ketiganya naik ber-sama 2 kenegeri Elhau, tinggal disitu beberapa hari
lamanya. Silaloi menceritakan bahwa Simanolle sudah terus ke Ambon.
Pada suatu hari, tiga orang bersaudara itu turun ke Hatuila, lalu dua orang
perempuan itu berlayar menuju kesebelah kiri pulau Molana, kemudian angin
timur mengantar keduanya keteluk Baguala, singgah di Wai Yori. Disitu mereka
bertemu dengan saudaranya laki2 yang bernama Simanolle, lalu ketiganya naik
kenegeri Leunnusa, tinggal disana dengan kesenangan beberapa lamanya.

VIII. Nyai Intan dan Nyai Mas kawin.
Ketika kapitan Bakarbessy, di Waai, mendengar khabar bahwa ada 2 orang gadis
yang elok perasnya di Leunusa, maka pergilah ia kesana meminta Nyai Intan akan
menjadi isterinya. Permintaannya itu dikabulkan, lalu mereka kawin. Kemudian
keduanya pergi ke Waai.
Kapitan Manuhutu di Haria meminta juga Nyai Mas akan menjadi isterinya.
Permintaannyapun diluluskan, lalu keduanya kawin. Sudah itu mereka pergi ke
Haria.

IX. Orang Portugis membakar negeri Leunusa.
Makin lama makin ber-tambah2 banyaknya orang yang datang dan tinggal dinegeri
Leunusa.
Pada suatu hari adalah seorang perempuan dari negeri itu, yang bernama Taina
Matutan Souhuwat, turun kepantai akan mengambil air laut. Ia dituruti oleh
seekor anjing. Tiba2 datanglah sebuah kapal Portugis, lalu berlabuh
dipelabuhan Hunilait. Ketika orang2 kapal itu turun kedarat, maka perempuan
itu lari bersembunyi didalam pelepah rumbia.
Melihat anjing itu, maka orang2 Portugis itu tahu bahwa disitu ada orang.
Sebab itu mereka mencari sehingga mendapat peremppuan itu, lalu dipaksa
menunjukkan jalan kenegerinya. Karena ber-ulang2 dipaksa, tetapi ia tiada
mau, maka ia di-palu2 dan di-celup2 dalam air laut, sehingga akhirnya ia
menunjukkan jalan itu.
Tempat perempuan itu disengsarakan, kemudian dinamai Toisapu (=pukul-celup).
Setelah orang2 Portugis itu sempat ke Leunusa, maka penduduk negeri itu
melawan, tidak mau turun kepantai. Sebab itu negeri itu dibakar, sehingga
penduduknya terpaksa lari melindungkan dirinya. Yaitu 70 rumahtangga ke Passo
dan 100 rumah tangga ke Siwa Samasuru, dibawah perintah Latu Tampedor.

X. Panaskan perjanjian persaudaraan (pela) di Toisapu.
Pada suatu ketika Temanolle berangkat dari Hatumari, berlayar ke Hatuila, lalu
naik kedarat mendapatkan Silaloi di Elhau. Keduanya ber-sama2 turun ke
Hatuila, lalu berlayar ke Wai Yori, sudah itu naik ke Leunusa mendapatkan
Simanolle.
Setelah tinggal beberapa lamanya di Leunusa, maka pada suatu hari turunlah
ketiganya ke Toisapu. Disitu masing2 menyatakan perubahan nama dan tempat
tinggalnya. Yaitu Temanolle alias Kora di Hatumari (kemudian berpindah ke
Musitoa Amalatu atau Tamilou). Simanille***** alias Kore di Leunusa (lalu
berpindah ke Siwa Samasuru Amalatu atau Hutumuri). Dan Silaloi alias Korale
di Elhau (akhirnya berpindah ke Louhata Amalatu atau Sirisori).
Sudah itu, ketiganya mengulangkan atau memanaskan pula perjanjiannya yang di
Hatumari itu.

XI. Mengirimkan tanda mata.
Setelah memberi selamat tinggal kepada Simanolle, maka berangkatlah Temanolle
dan Silaloi dari pelabuhan Hunilait, sedang Simanolle pulang ke Leunusa (lalu
berpindah ke Siwa Samasuru Amalatu).
Sementara pelayarannya, mereka bermupakat akan mengirimkan tanda mata kepada
saudaranya dinegeri Siwa Samasuru Amalatu itu. Yaitu Temanolle akan
mengirimkann pohon tebu rotan serumpun dan Silaloi mau mengirimkan pohon sagu
serumpun.
Setiba dipelabuhan Hatuila, maka Silaloi naik ke Elhau, sedang Temanolle
berlayar terus ke Hatumari.
Kemudian Temanolle dan Silaloi masing2 mengirimkan tanda matanya kepada
Simanolle, dihanyutkan saja dilaut. Maka bahagian kiriman itu, yang tiba
kedarat sebelum siang, menjadi pohon tebu dan pohon sagu; tetapi bahagian yang
sampai kedarat sesudah siang berubah menjadi pohon tebu2 dan pohon manggi2.
Turunan rempun pohon sagu itu sekarangada dibahagian negeri Rutung; kalau
pohon sagu itu ditebas rumput sekelilingnya, sudah itu ditebang, maka tidak
berisi, meskipun sudah tua.

XII. Peraturan adat.
Menurut peraturan adat orang tua2 pada zaman dahulu, maka penduduk negeri2
Tamilou, Hutumuri dan Sirisori harus ber-tolong2an.
Dan lagi orang laki2 dari salah sebuah negeri itu dilarang bertunangan atau
kawin dengan orang perempuan dari negeri yang sebuah lagi. Barang siapa yang
melanggar larangan itu dihukum denda 9 gung, 9 pinggan batu, 9 kayu kain
putih, 9 kayu kain berang, 9 kain petola, 9 ular mas, 9 peles sopi, 9 tempat
sirih lengkap dengan isinya dan 9 ikatan rokok; atau orang itu disalele
(direbat) dengan daun kelapa yang muda, lalu diantarkan berkeliling negeri
sambil memalu tifa dan gung.
Kalau diingat akan perkawinan turun-temurun dalam tiap2 negeri, maka dapatlah
dipastikan, bahwa semua penduduk negeri Tamilou, Hutumuri dan Sirisori adalah
turunan daripada ketiga moyang itu; jadi terikat pada perjanjiannya.
Ingatlah akan kata orang tua2 yang begini bunyinya: "Berdosa kepada Tuhan
Allah dapat diampuni;tetapi bersalah kepada nenek moyang tidak dapat
diampuni." Jadi kalau melanggar perjanjian itu, maka akan dihukum menurut
peraturan adat; lain daripada itu akan mendapat rupa2 susah dalam kehidupan
juga.

XIII. Tambahan
Dibawah ini adalah ayat2 suat (nyanyian) yang dinyanyikan oleh saudara-saudari
Hutumuri pada tgl. 27 Januari 1948 waktu mereka mulai tiba dinegeri Sirisori
Serani dan lagi pada tanggal 30 Januari 1948 sebelum dan sesudah
menceriterakan perjanjian persaudaraan itu dibalai negeri Sirisori Serani.
***SUAT KEPATA****

1. Sopo sopo Siwa Samasuru o,
Sopo mulana siwalano sopo (2x).
2. Sopo Musitoa Amalkatu sopo
Sopo mulana siwalano sopo (2x).
3. Sopo Louhata Amalatu sopo,
Sopo mulana siwalano sopo (2x).
4 Sopo aman telu Hote Banggoi tempat
peperangan o, Sopo mulana siwalano sopo (2x).
5. Sopo Hatumari tempat minum darah o,
Sopo mulana siwalano sopo (2x).
6. Timi o waya timi heri o,
Timi heri o tena waya timi heri o (2x).
7. Yori maso mele maso mele mele o,
Lapi2 koni maso mele mele o (2x).
8. Sioh, sioh, sioh laha kona e
Laha kona mele manuale sawa o (2x)
9. Hasa2, hasa maro maro e
Hasa tanjung Ouw, labuang Ananas o (2x).
no. 2 SUAT TANAH.
1. Ada raleng e bumi raleng raleng e,
Louhata Amalatu e bumi raleng.
2. Ada raleng e bumi raleng raleng e
Louhata Sigumala e bumi raleng.
3. Ada raleng e bumi raleng raleng e,
Nulabuang Manuhua e bumi raleng.
4. Ada raleng e bumi raleng raleng e,
Kapitan Pasari e bumi raleng.
5. Ada raleng e bumi raleng raleng e,
Kapitan Patase e bumi raleng.
6. Ada raleng e bumi raleng raleng e,
Kageraka rake bumi e bumi raleng.
7. Ada ilang emara ilang ilang e,
Yupu meme intan e peremata.
8. Ada yaing e puli yaing yaing e,
Upu latu Kesauliy e puli yaing.
9. Ada yaing e puli yaing yaing e,
Upu latu Laya pawaka puli yaing.
10. Ada yaing e puli yaing yaing e,
Yau sopo tapa e puli yaing.
11. Latu Sibori e latu Sibori Sibori e,
Latu sibori, Luhu latu e berekati same.
12. Latu Sibori, e latu Sibori Sibori e,
Latu Sibori, Luhu latu e berekati lesi.
No. 3. SUAT LEUNUSA.
1. Leunusa o Leunusa o,
Auputu o Leunusa o. (2x)
2. Tumbang o hitu tumbang o,
Lili bantu hale hitu tumbang o (2x)
3. Yori maso mele maso mele mele o,
Lapi2 koni maso mele mele o (2x)
4. Sioh, sioh, sioh laha kona e,
Laha kona mele manuale sawa o (2x)
5. Timi o waya timi heri o,
Timi heri o tena labuang Unilai o (2x)
6. Hasa hasa hasa maro maro e,
Tanahlah Naniwel petuwari lete o (2x)
7. Niwel e latu Nusaniwel e,
Hiku rinda hale latu Nusaniwel e (2x)
8. Leitimur o Leitimur o,
Khabarmu cerita Leitimur o (2x)
9. Kapal Anna la o Kapal Anna la o,
Kapal lete latu lua labuang Hunipopu o (2x)
10 Latu Kompania latu kebesaran o,
Latu Kompania latu kebesaran o (2x)
11. Bangsawan rulu heri kota hatu e,
Bangsawan rulu heri Harugajah (*****Jim Collins says "haugajah) o (2x)
12. Latu Sirimau latu Sirimau e,
Kapuri mese mese latu Sirimau o (2x)
13. Tanda surat e tanda surat e,
Latu grati siwa tanda surat e (2x)
14. Sioh, sioh, sioh laha kona e,
Laha kona mele manuale sawa o (2x)
No. 4. SUAT JALAN.
Wele rula tani tea ina leu hale,
Penu penu latu rale hale.
Mutabea upu latu, tabea siwa lima o (2x).
Sopo siwa lima suka rame rame,
Petu jadi latu uli siwa o (2x).
sopo yupu e (2x)
Sopo leo nini ai sopo yupu e (2x).
yana rua lesi wau latu yea o,
yana teru o lesi wau latu yea o (2x).
Lae lana pati lae lana pati e (2x)
Wele Hutumuri latu o,
Sili o Soli latu lete Tamilou o,
O siwa o siwa uli lima o,
Uli lima tasa lena latu telo o (2x).
Ele timi o waya timi heri o
Timi heri o tena waya timi heri o(2x)
Sioh, sioh, sioh laha kona e,
Laha kona mele manuale sawa o (2x).

[sumber: oldmaluku.net. Ditulis oleh A. Sopaheluwakan, dari sumber:Tante Ci Thenu, sekitar 1965].



Asal-usul Bangsa Alune

Alune yang biasa juga disebut duku bangsa Alifuru, dan kata alifuru itu berarti "manusia awal". Itulah sebabnya orang Alune dan juga orang Wemale dianggap sebagai penduduk asli Pulau Seram dan dari sanalah kemudian menyebar ke pulau-pulau sekitarnya terutama di Maluku Tengah. Orang Alune atau Alifuru ini biasa juga disebut sebagai orang Seram sesuai dengan nama pulau ini.

Sumber tertentu, seperti Nelly Tobing (Ed.) dalam Sistem Kesatuan Setempat Daerah Maluku (1980/1981) menyatakan orang Alune umumnya berdiam di daerah pantai. Akan tetapi pihak Departemen Sosial mengkategorikan kelompok ini sebagai "masyarakat terasing", dan berdiam di bagian pedalaman seperti yang pernah diteliti di bagian pedalaman wilayah Kecamatan Kairatu di Pulau Seram tadi (Lihat Rusmaniar, "Masyarakat Terasing Suku Alune", Profil Masyarakat Terasing di Indonesia 1988: 33-40).

Pada tahun 1985 penduduk kecamatan tersebut berjumlah 37.765 jiwa, di antaranya adalah orang Alune yang berjumlah 523 iwa yang tergabung dalam 117 KK. Dilihat dari ciri-ciri fisik, mereka termasuk ras Mongoloid dengan rambut hitam kejur, kulit sawo matang, tinggi sekitar 155-165 cm. Bahasanya adalah bahasa Alune yang termasuk golongan bahasa Melayu.
Mereka tergolong orang yang mempunyai sikap ramah, terbuka, suka menghormati orang lain, meskipun sering berkelahi dalam pertemuan-pertemuan adat.

Menurut Tobing, Ed. (1980/1981: 65) ciri budaya orang Alune di masa lalu mempunyai kebiasaan menghitamkan gigi, para wanitanya memakai kain kanune yaitu kain yang terbuat dari kulit kayu, dan nasi sebagai makanan pokoknya.Orang alune dikenal sebagai "manusia Nunusaku", di mana Nunusaku adalah nama sebuah tempat berupa danau di puncak sebuah gunung di Pulau Seram. Danau sumber mata air dari beberapa batang sungai itu dianggap suci dan keramat. Tempat inilah yang dipercayai sebagai tempat asal usul manusia asli Pulau Seram, yang kemudian menyebar ke pulau-pulau sekitarnya.

Mata pencaharian mereka adalah berladang berpindah dengan sistem tebang-bakar *slash and burn) dan meramu sagu. Tanaman utama di ladang itu ialah ubi rambat, talas, pisang, sayur-sayuran. Kebun yang sudah ditinggalkan ditanami cengkeh dan buah-buahan. Mata pencaharian sambilan adalah menyadap getah damar dan berburu binatang. Makanan pokok mereka adalah talas, ubi kayu, dan sagu.

Penarikan garis keturunan dalam sisitem kekerabatannya bersifat patrilineal, dengan adat menetap nikah yang patrilokal. Kedudukan anak laki-laki dipandang lebih tinggi daripada anak perempuan. Hubungan dan pergaulan antara remaja laki-laki dan remaja perempuan tidak bebas. Suatu perkawinan dilalui dengan peminangan, meskipun antara mereka juga mengenal kawin lari karena pinangan tadi ditolak oleh pihak perempuan. Mereka juga mengenal adat mas kawin.

Pada masa terakhir ini mereka sudah mulai mengenal agama tertentu terutama agama Kristen. Namun kepercayaan asli nenek moyang seperti roh-roh leluhur masih kuat dipercayai sebagai pelindung dan memberi keselamatan kepada kehidupan mereka. Mereka pun percaya kepada makhluk-makhluk jahat yang bisa mendatangkan panyakit.

[sumber: J Melalatoa, Ensiklopedi Sukubangsa di Indonesia. Jilid A-K, 1995]










Hikayat Pela Negeri Latuhalat dan Negeri Alang

[catatan: ditulis sebagaimana teks aslinya/thenu]

Pela diantara Negeri Latuhalat dan Negeri Alang , ini satu pela yang tertua diseluruh Maluku ; sebab pela ini terjadi sebelum orang2 Portogal dan Belanda menduduki Maluku ; selagi Maluku ada dibawah keperintahan Hindu2.

Pada satu ketika ada seorang anak keturunan Bangsawan dari Negeri Alang , yang bernama Huwae Lili Tupa berjalan dengan orang pengikutnya berburu atau menyumpit burung dan bertamasyah di sekitar pulau Ambon.

Tiba-tiba anak Bangsawan Alang itu sampai ke Latuhalat , dan berjalan dipesisir pantai Malulang ; pada ketika itu anak Bangsawan Alang atau Huwae Lili Tupa ini , melihat ada seorang anak gadis yang cantik lagi elok parasnya ; sehingga anak Bangsawan ini menaruh kecintaan terhadap anak gadis tersebut.

Sesudah anak Bangsawan ini pulang ( kembali ke Alang ) maka ia disambut oleh ibu dan bapaknya sambil menanya apa hasilnya dalam perburuhannya dan apa yang ia dapat dalam perjalanannya itu. Maka anak Bangsawan itu , memberitahukan kepada ibu dan bapanya ; bahwa ia telah melihat seorang anak gadis yang cantik dan elok parasnya : di negeri Latuhalat sambil ia bermohon ; supaya ibu dan bapanya mau datang ke Latuhalat , meminangkan anak gadis itu untuk menjadi istrinya yang chats.

Ketika ibu dan bapak anak Bangsawan itu , mendengar permintaan anaknya mereka , maka ibu dan bapak bersetujuh untuk datang ke Latuhalat mintah anak gadis itu untuk menjadi isteri bagi anaknya. Tidak lama lagi ibu dan bapaknya menghimpunkan segala segala kaum keluarganya serta orang2 Bangsawan Alang sambil memberi tahuka maksud dan tujuhan dari anak tersebut bagi mereka ; setelah kaum keluarga dan Bangsawan -bangsawan Alang mendengar maksud dan tujuhan dari anak itu maka mereka bersetujuh dengan maksud dari anak itu.

Dengan tidak lama lagi , maka datanglah ibu dan bapanya dengan beberapa orang2 Bangsawan Alang untuk bertemu dengan orang tua dari anak gadis itu ; setelah kabar ini di dengar oleh orang tuanya anak gadis itu , maka sebentar juga mereka memanggil orang Bangsawan Latuhalat berkumpul dirumah anak gadis itu untuk menantikan tamu Agung itu. Setelah orang tua dari anak Bangsawan dan orang2 Bangsawan Alang tibah di Malulang dirumah anak gadis itu , maka mereka bersalam-salaman satu dengan yang lain , sebagai Adat Istiadat yang dipakai di Maluku ; sesudah itu tamu Agung tersebut , disalahkan masuk ; seraya diberi tempat duduk bagi masing-masing tetamunya.

Sesudah mereka duduk . maka mereka diberi keluasan untuk memberitahukan maksud dan tujuhan ; kedatangan mereka itu , untuk didengan oleh orang tua dari anak gadis itu ,beserta orang2 Bangsawan Latuhalat tersebut. Maka mulailah mereka sampai maksud dan tujuhan mereka bahwa kedatangan mereka itu tidak lain dan tidak bukan hanya untuk meminang anak gadis itu , untuk menjadi isteri dari ananknya yang bernama HUWAE LILI TUPA ; setelah sudah ibu dan bapa anak gadis iru dengar ; beserta Bangsawan 2 yang ada disitu ; maka mereka mengambulkan permintaan ibu , bapa dan orang2 Bangsawan Alang tersebut . Sesudahnya mereka menerima permintah dari orang tua2 dan orang2 Bangsawan Alang itu , maka ditentukan hari perkawinan kedua anak itu yang akan dilangsungnya.

Sesudah selesai segala perundingannya diantara orang2 tua2 dam orang Bangsawan2 dari kedua belah fihak , maka orang tua dan orang2 Bangsawan Alang itu , bermohon untuk mereka undurkan diri dan kembali ke Alang ;permintaan ini diterima oleh orang tua anak gadis tersebut berserta orang2 Bangsawan yang hadir disitu.

Sepeninggalnya tamu2 agung itu , maka moyang Sakti Tawan mencurahkan perasahannya bagi orang tua anak gadis itu dan orang2 yang berada disitu ; bahwa moyang Sakti Tawan enggang hatinya untuk berikan anak gadis itu untuk menjadi isteri dari anak Bangsawan Alang. Serta didengar oleh orang tua dari anak gadis itu serta orang2 Bangsawan tersebut , maka mereka merasa malu kepada orang tua dan Bangsawan2 Alang ; lalu moyang Sakti Tawan menyampaikan maksudnya : "Bahwa ia bermaksud untuk buat satu patung ( boneka ) yang sepadam dan serupa dengan anak gadis itu ; untuk diserahkan menjadi isteri dari anak Bangsawan Alang ( Huwae Llili Tupa ) tersebut ":

Sesudah mereka mendengar maksud dari moyang Sakti Tawan ini , maka mereka bersetujuh; setelah moyang Skati Tawan mendengar yang merea bersetujuh dengan maksudya maka moyang Sakti Tawan telah memberi perintah kepada hamba2nya pergi tebang sebatang pohon sagu yang ada didalam dusun Waaipuang ; lalu belah batang sagu itu dan ambil isi batang sagu itu yang di bilang Meor ; bawah datang kepada moyang Sakti Tawan.

Ketika hamba2nya membawa isi batang sagu itu datang dan diserahkan kepada moyang Sakti Tawan , maka mulailah moyang Sakti Tawan ukirkan hati batang sagu itu sehingga serupa dan sepadam dengan anak gadis tersebut. Patung ( boneka ) itu bisa berjalan bisa duduk minim rokok bisa bikin muka tersenyum ; tetapi tidah bisa bicara.

Sekarang moyang Sakti Tawan memerintah hamba2nya lagi untuk pergi potong kayu2 untuk dibuat satu Arangbai supaya manakala datangnya hari yang sudah ditentukan untuk anak gadis itu harus keluar dari Latuhalat datang ke Alang , maka Patung ( boneka ) itu harus naik di Arangbai yang dibuat oleh moyang Sakti Tawan itu.Sesudah Patung dan Arangbai itu sudah selesai . maka ada salah seorang bertanya moyang Sakti Tawan begini: " Apa Upu punya Arangbai itu sudah betul ?lalu moyang Sakti Tawan periksa Arangbai itu lagi ; maka moyang Sakti Tawan lihat ada kurang satu lolang dinunas bahagian belakang : terus moyang Sakti Tawan bilang buat itu orang , bahwa mulai dari hari ini Upu dan turunan Upu bernama SOPLANTILA yang artinya Mata Suanggi " :.

Setelah tibah waktu dan harinya untuk datang dalam nikahnya ; maka datanglah orang tua dari anak Bangsawan Alang yang diiring oleh berapa orang Bangsawan datang dengan Arangbai ke Latuhalat dan singga di pelabuhan Malulang tempat kediaman anak gadis itu.

Sesudah mereka sampai di Malulang , maka mereka disambut oleh orang tua daru gadis tersebut , dengan beberapa orang Bangsawan juga ; dengan riu rendah sebagai kebiasan ; menurut ada istiadat dari tiap2 negeri di Maluku. Sesudah itu , Arangbai yang disediah untuk anak gadis itupun telah telah tersediah dengan orang2 yang harus menghentar anak gadis itu datang ke Alang ; dan sebelum mereka bermohon untuk kembali ke Alang , maka moyang Sakti Tawan telah menungjuk seorang dayang yang kena di percayai duduk bersama-sama dengan gadis itu didalam Ten dari Arangbai itu ; sambil moyang Sakti Tawan telah memberi perintah bagu dayang itu begini :" Bahwa jikalau mereka sudah sampai di tanjung yang bernama Hattu dan lihat kalau patung ( boneka ) itu tunduk mukanya kedalam laut , maka dayang itu harus angkat dari pantat Patung itu buang kedalam air jangan tinggal sampai datang ke Alang": .

Kebetulan sesampai mereka di tanjung Nama Hattu itu , maka dengan segra Patung ( boneka ) itu tunduk mukanya kedalam air laut ; pada ketika itu juga dayang itu mengerjakanperintah dari moyang Sakti Tawan itu , terus Patung ( boneka ) itu jatuh kedalam laut dan tenggelam ; lalu dayang itu berteriak dengan suara yang keras dan terkejut , bahwa tuan Puteri sudah tenggelam ; ketika anak Bangsawan ( HUWAE LILI TUPA ) ini mendengar yang isterinya telah tenggelam , maka dengan tidak ragu-ragu lagi ia terjun dirinya untuk menolong isterinya itu.
Tetapi sayang dibalik sayang ; bahwa ia tidak mendapat isterinya yang tenggelamg itu ; melainkan tubuh anak Bangsawan ( HUWAE LILI TUPA ) itu telah berobah menjadi Buaya.

Sedang pada waktu itu yag sama itu juga , anak gadis yang bersembunyikan dirinya diatas solder di Malulangpun tubuhnya berobah menjadi Buaya tembaga yang ada sampai pada saat ini didalam Mata Rumah yang sekarang pakai Fam Lekatompessy.

Sesudah tiga hari lamanya baharu Patung ( boneka ) itu terdampar dimuka pelabuhan LELIBOY . Ketika orang Leliboy mendapat Patung ( boneka ) itu ; lalu orang Leliboy bilang begini :" Bahwa Alang mata buta kawin MEOR disangka orang.

Dengan keadaan yang terjadi ini , maka datanglah orang tua orang2 Bangsawan Alang ke Latuhalat untuk mengangkat satu perjanjian persaudaraan yang dibilang Pela antara NEGERI LATUHALAT dan NEGERI ALANG.

Dengan perjanjian-perjanjian seperti berikut:" Segala anak2 cucu dari Alang dan Latuhalat mau masuk dan keluar tidak boleh kawin mengawin satu dengan yang lain ; siapa anak2cucu yang melanggar perjanjian ini , ia akan mati ; jikalau anak laki2 yang langgar perjanjian ini , mau dari Latuhalat maupun dari Alang dan dia harus mati.
Pela antara Alang dan Latuhalat ini terjadi sebelum Lekatompessy memakai nama Lekatompessy melainkan ada memakai nama Latumeten ; sebab ini ada adik yang bungsu dari moyang Sakti Tawan , Pela ini terjadi kira2 pada tahun 1356 sebelum Portogal dan Belanda menduduki Maluku ; oleh sebab itu dibilang Latumeten tukang dan Lekatompessy pariaman . Inilah ada hikayat dari Pela Alang dan Latuhalat .

[sumber: Marum 19-02-1973 . D.J.L]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar